Latest News

Sunday, July 1, 2018

SEMAKIN TINGGI ILMUNYA, SEMAKIN SEDIKIT MENYALAHKAN ORANG LAIN



SEMAKIN TINGGI ILMUNYA, SEMAKIN SEDIKIT MENYALAHKAN ORANG LAIN
~~~~~
Sewaktu baru kepulangannya dari Timur Tengah, Prof. DR. Hamka, seorang tokoh pembesar ormas Muhammadiyyah, menyatakan bahwa Maulidan haram dan bid’ah tidak ada petunjuk dari Nabi Saw., orang berdiri membaca shalawat saat Asyraqalan (Mahallul Qiyam) adalah bid’ah dan itu berlebih-lebihan tidak ada petunjuk dari Nabi Saw.

Tetapi ketika Buya Hamka sudah tua, beliau berkenan menghadiri acara Maulid Nabi Saw saat ada yang mengundangnya. Orang-orang sedang asyik membaca Maulid al-Barzanji dan bershalawat saat Mahallul Qiyam, Buya Hamka pun turut serta asyik dan khusyuk mengikutinya. Lantas para muridnya bertanya: “Buya Hamka, dulu sewaktu Anda masih muda begitu keras menentang acara-acara seperti itu namun setelah tua kok berubah?”

Dijawab oleh Buya Hamka: “Iya, dulu sewaktu saya muda kitabnya baru satu. Namun setelah saya mempelajari banyak kitab, saya sadar ternyata ilmu Islam itu sangat luas.”

Di riwayat yang lain menceritakan bahwa, dulu sewaktu mudanya Buya Hamka dengan tegas menyatakan bahwa Qunut dalam shalat Shubuh termasuk bid’ah! Tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Saw. Sehingga Buya Hamka tidak pernah melakukan Qunut dalam shalat Shubuhnya.

Namun setelah Buya Hamka menginjak usia tua, beliau tiba-tiba membaca doa Qunut dalam shalat Shubuhnya. Selesai shalat, jamaahnya pun bertanya heran: “Buya Hamka, sebelum ini tak pernah terlihat satu kalipun Anda mengamalkan Qunut dalam shalat Shubuh. Namun mengapa sekarang justru Anda mengamalkannya?”

Dijawab oleh Buya Hamka: “Iya. Dulu saya baru baca satu kitab. Namun sekarang saya sudah baca seribu kitab.”

Gus Anam (KH. Zuhrul Anam) mendengar dari gurunya, Prof. DR. As-Sayyid Al-Habib Muhammad bin Alwi al-Maliki Al-Hasani, dari gurunya Al-Imam Asy-Syaikh Said Al-Yamani yang mengatakan: “Idzaa zaada nadzrurrajuli wattasa’a fikruhuu qalla inkaaruhuu ‘alannaasi.” (Jikalau seseorang bertambah ilmunya dan luas cakrawala pemikiran serta sudut pandangnya, maka ia akan sedikit menyalahkan orang lain).

Semakin gemar menyalahkan orang semakin bodoh dan dangkal ilmunya, semakin Tinggi ilmu seseorang maka semakin tawadhu (rendah hati), carilah guru yang tidak pernah menggunjing dan mengkafirkan siapapun.

Hal ini sama seperti ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk, itulah peribahasa yang sering kita dengar. Yang memiliki arti, orang berilmu yang semakin banyak ilmunya semakin merendahkan dirinya. Tanaman padi jika berisi semakin lama akan semakin besar. Jika semakin besar otomatis beban biji juga semakin berat.

Jika sudah semakin berat, maka mau tidak mau seuntai biji padi akan semakin kelihatan merunduk (melengkung) kearah depan bawah. Karena batang padi sangat pendek, strukturnya berupa batang yang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang. Jadi tidak sebanding dengan beban berat biji padi yang semakin lama semakin membesar. Berbeda dengan biji padi yang kosong tidak berisi, walaupun kelihatan bijinya berbuah banyak karena tidak berisi maka seuntai biji padi tersebut akan tetap berdiri tegak lurus.
~~~~~~
Sebuah Renungan;
http://islamidia.com/semakin-tinggi-ilmunya-semakin-sedikit-menyalahkan-orang-lain/
Renungan setelah Qiysmul lail.

Semakin banyak memberi akan semakin banyak air -baru-yang mengalir kepadanya


Tahukah Anda bahwa selama hidupnya Confucius sudah mendidik 3.000 murid? Sebanyak 72 di antaranya berubah menjadi orang-orang yang mempunyai kemampuan luar biasa dan menjadi orang-orang berpengaruh di berbagai daerah di Tiongkok pada waktu itu.Namun begitu, sekalipun Confucius terkenal sebagai guru yang banyak memberi ilmu, dia tidak pernah berhenti juga dalam hal belajar. 

Lihatlah apa yang dituliskan oleh murid-muridnya yang ada di kitab “The Analects”). Menurut mereka, Sang Guru berkata, “Jika kamu melihat saya berjalan dengan 2 orang lainnya, mereka adalah guru-guru saya. Saya akan mengikuti hal-hal baik yang mereka miliki dan menghindari hal-hal yang buruk padanya.”Mengajar dan Belajar adalah 2 proses di dalam kehidupan ini yang terus berlangsung selama hidup. 

Jika kita mengajar terus menerus, lalu apakah ilmu kita akan habisSebuah sumur bila ditimba airnya setiap hari, dengan mengabaikan faktor musim atau cuaca, apakah akan menjadi kering airnya suatu ketika? Jawabannya adalah tidak bukan? Air sumur tersebut tidak pernah kering & akan terus ada air di dalamnya sekalipun terus menerus ditimba airnya.Anehnya, jika dalam satu hari saja airnya tidak ditimba, ketinggian air yang ada di dalam sumur itu juga tidak meningkat, tetap saja seperti semula. Inilah hukum alam. Dimana di dalam alam semesta terdapat misteri yang bertujuan untuk selalu memberi.

Sesungguhnya kehidupan kita juga sama & serupa dengan sumur ini. Pada umumnya orang berpikir bahwa kalau ia memberi apa yang dimilikinya pasti akan berkurang apa yang dimilikinya.Tapi kalau kita mau belajar dari sumur ini, semakin banyak memberi akan semakin banyak air “baru” yang mengalir kepadanya. Dalam hal memberi tidak harus dalam bentuk uang atau materi. Kita bisa memberi ilmu yang kita miliki. 

Saat kita mengajarkan & memberi ilmu, maka dengan sendirinya kemampuan kita juga akan semakin meningkat.Kita perlu terus mengembangkan sikap mental memberi yg murni, dan setiap orang pun pasti bisa melakukannya. Kelak, manfaat langsung yg bisa kita rasakan saat memberi seperti perasaan kepuasan batin akan mengalir dalam hidup kita. 

Dan inilah sebenarnya kebahagiaan yg sejati.“We make a living by what we get. We make a life by what we give.” ― Winston S. Churchill.



Source : ...7408 BMRK wag

Presiden Filipina Kritik Kisah Penciptaan, Sebut Allah “Bodoh”



Presiden Rodrigo Duterte mengkritik Allah dalam sebuah sambutan yang disampaikan pada sebuah pertemuan tentang informasi dan teknologi komunikasi di Kota Davao pada 22 Juni. (Foto: Kantor Komunikasi Presiden)

Setelah mengkritik sejumlah uskup dan imam dalam beberapa terakhir, Presiden Rodrigo Duterte kini melontarkan kritik terhadap Allah.
Saat berbicara pada sebuah pertemuan tentang teknologi di Kota Davao pada Sabtu (22/6), Presiden Duterte mempertanyakan logika dari kisah penciptaan dalam Kitab Suci dan menyebut Allah “bodoh.”
Presiden Duterte mengatakan ia menemukan kesalahan dalam kisah penciptaan itu. Ia pun mempertanyakan bagaimana Adam dan Hawa melakukan “dosa asal.”
“Adam makan (buah terlarang), kemudian kebencian lahir. Siapakah Allah yang bodoh ini? Orang sialan ini bodoh jika memang benar demikian,” katanya.
“Anda menciptakan sesuatu secara sempurna dan kemudian Anda memikirkan suatu peristiwa yang akan mencobai dan menghancurkan kualitas karya Anda,” lanjutnya.
Presiden Duterte – yang telah berselisih dengan para pemimpin Gereja yang mengkritik kebijakan pemerintahannya – mempertanyakan konsep Kristiani tentang “dosa asal.”
“Ini adalah sesuatu yang dilakukan oleh ibu dan bapak Anda, Anda bukan bagian dari hal ini, kemudian Anda jatuh dalam dosa. Agama macam apa ini? Saya tidak bisa menerimanya,” kata Presiden Duterte.
Lahir sebagai seorang Katolik, pemimpin negara Filipina itu mengatakan ia percaya akan “kemampuan berpikir universal.” Namun ia tidak bisa menggambarkan Allah sebagai seorang manusia.
“Saya sungguh percaya, saya mengimaninya dan menerima sesuatu tentang … tetapi tidak percaya akan agama,” katanya.
Sejumlah Uskup: Presiden Duterte Melewati Batas
Kritik dari Presiden Duterte itu mengungkap alasan mengapa ia seharusnya tidak dipilih, kata Uskup Sorsogon Mgr Arturo Bastes.
Ia menggambarkan Presiden Duterte sebagai “seorang pecundang gila, psikopat (dengan) pikiran abnormal.”
Prelatus itu mengatakan pernyataan dan aksi Presiden Duterte dalam beberapa bulan terakhir “tidak bisa diterima oleh orang yang normal dan berpikiran baik.”
Uskup Bastes mengatakan beberapa orang berdoa “agar Allah membebaskan kami dari orang jahat ini.”
“Saya merasakan dan berpkiran sama dengan masyarakat Filipina ini,” katanya.
Ia pun meminta masyarakat Filipina untuk “sungguh-sungguh berdoa kepada Tuhan agar segala penghujatan dan kecenderungan perilaku layaknya diktator dari orang gila ini akan berakhir.”
Uskup Balanga Mgr Ruperto Santos mengatakan pernyataan Presiden Duterte melewati “garis merah.” Menurutnya, presiden seharusnya “tidak mencobai Allah karena Ia mengatakan bahwa balas dendam adalah milik saya.”
Beberapa tokoh politik juga mengecam pernyataan Presiden Duterte.
“Semoga Allah kita mengampuninya dan membuatnya menebus segala dosanya,” kata Senator Panfilo Lacson.
Lacson selama ini mendukung Presiden Duterte dalam banyak hal.
“Antara dia dan Allah – kepada-Nya saya berdoa setiap hari  dan bersama-Nya saya menemukan penghiburan dan kenyamanan di saat-saat sulit, saya bahkan tidak memikirkan pilihan saya,” katanya.
Senator Antonio Trillanes, satu dari banyak pengkritik vokal dalam Konggres, mengatakan serangan Presiden Duterte baru-baru ini terhadap agama Kristen dan Allah memberi pesan bahwa ia adalah “orang jahat.”
“Ini menunjukkan betapa tinggi arogansi kekuasaan bukan hanya untuk merendahkan dan menghina iman seseorang tetapi juga untuk bertindak seolah-olah ia adalah Allah,” katanya.
Namun juru bicara presiden, Harry Roque, membela Presiden Duterte. Ia mengatakan presiden berhak atas keyakinan imannya sendiri.
“Itu keyakinan presiden kita. Presiden kita memiliki spiritualitas personal dan ini hak beliau,” katanya.
Presiden Duterte telah melakukan sejumlah serangan terhadap sejumlah pemimpin Gereja Katolik yang mengkritik kebijakan pemerintahannya khususnya perang terhadap narkoba yang telah menewaskan ribuan orang.

Source : http://indonesia.ucanews.com/2018/06/25/presiden-filipina-kritik-kisah-penciptaan-sebut-allah-bodoh/

Umat ​​Katolik Harus Terlibat Aktif Dalam Politik Indonesia


Seorang wanita menyalurkan suaranya pada Pilkada gubernus DKI Jakarta pada 15 Februari 2017. (Foto: Ryan Dagur/ucanews.com)
Bertahun-tahun berkprah dalam dunia politik telah mengajarkan Stefanus Asat Gusma untuk mengambil kegagalan sebagai persiapan menuju sesuatu yang lebih besar.
Empat tahun lalu Gusma, yang berasal dari Bondowoso  Jawa Tengah, tidak lolos menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Namun hal itu tidak menghalanginya dan berharap akan kembali mengikuti pemilihan legislatif pada bulan April tahun depan.
“Saat ini proses sedang berjalan dan menunggu penugasan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, untuk masuk ke daerah pemilihan yang mana,” kata Gusma.
Baginya, keterlibatan dalam politik adalah manifestasi dari keyakinannya dan ajaran sosial Gereja.
Minatnya dalam politik dimulai saat di sekolah menengah dan berkembang selama belajar di universitas di Surakarta. Kemudian ia terpilih sebagai ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dari 2009 hingga 2011.
Pindah ke Jakarta memungkinkan Gusma memperluas wawasan politiknya. Dia semakin terlibat jauh ke dalam perjuangan masyarakat Indonesia dan meningkatkan relasi dengan orang-orang yang berpengaruh dan partai politik.
“Setelah saya selesai di PMKRI, beberapa partai politik mendekati saya, tetapi saya memilih PDIP, karena misi politiknya paling dekat dengan saya,” katanya.
Sekarang PDIP, yang didirikan  tahun 1999 oleh Megawati Soekarnoputri, putri presiden pertama Indonesia Sukarno menjadi partai penguasa. PDIP dikenal sebagai partai wong cilik – orang-orang yang terpinggirkan.
Partai PDIP saat ini menjadi  bagian dari koalisi pemerintahan setelah memenangkan 109 kursi di dewan perwakilan rakyat dari  560 kursi yang diperebutkan empat tahun lalu.
Selain Gusma, ada sejumlah politisi Kristiani lainnya menjadi anggota PDIP. Namun mayoritas dari 340.000 anggotanya adalah Muslim.
“Tetapi menurut saya tidak penting apa partai yang dimasuki orang Katolik atau Kristen. Mereka harus berjuang demi kepentingan rakyat Indonesia, dan harus menjalani kehidupan politik yang bermartabat baik di tingkat nasional maupun lokal,” katanya.
Stefanus Asat Gusma berbagi pengalamannya dalam politik dengan umat Katolik dari keuskupan Jakarta pada sebuah pertemuan di Jakarta belum lama ini. (Foto tersedia)
Stefanus Asat Gusma berbagi pengalamannya dalam politik dengan umat Katolik dari keuskupan Jakarta pada sebuah pertemuan di Jakarta belum lama ini. (Foto tersedia)

Sekitar 10 persen dari 237 juta (sensus 2010) penduduk Indonesia adalah Kristen, dimana 16,4 juta adalah Protestan dan 7 juta Katolik. Saat ini, diprediksi jumlah penduduk sudah mencapai sekitar 260 juta.
Sebagian besar terkonsentrasi di Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, Papua, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jakarta dan provinsi-provinsi lain.
Beberapa dari provinsi ini termasuk di antara 17 yang akan memilih gubernur baru pada 27 Juni, dan pemilihan bupati dan walikota di 154 kabupaten dan kota.
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mendorong umat Katolik untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan bulan ini. Politik memiliki nilai-nilai luhur seperti pelayanan, dedikasi, pengorbanan, keadilan, kejujuran, solidaritas, kebebasan, dan tanggung jawab, kata para Bapak Uskup.
“Jika nilai-nilai itu dijalani dan diikuti, politik akan menjadikan kehidupan yang mulia,” kata Uskup Agung Vincentius Sensi Potokota, ketua Komisi Kerasulan Awam KWI baru-baru ini dalam sebuah pernyataan.
Umat ​​Katolik dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia. Dalam konteks pemilihan ini, diharapkan menjadi pemilih yang baik, berpartisipasi sebagai penyelenggara, dan menjadi kandidat, kata para uskup.
Bagi mereka yang mencalonkan diri sebagai kandidat, para uskup mengatakan mereka harus menghindari kampanye sektarian dan harus menawarkan solusi yang lebih baik untuk masalah-masalah rakyat, dan menjadi berani dalam menghadapi ancaman seperti munculnya kelompok-kelompok radikal di wilayah mereka.

Keluar dari zona nyaman Gereja
Krissantono, mantan anggota parlemen dari Partai Golkar pada era  Soeharto, menghargai perkembangan terakhir di kalangan umat Katolik Indonesia. Tokoh-tokoh awam mulai melihat politik dengan kacamata yang positif, tidak seperti di tahun-tahun sebelumnya yg  menganggapnya harus dijauhi karena “menjijikan”, penuh dengan tipuan.
Politik dianggap kotor  karena politisi menampilkan contoh buruk, seperti korupsi dan manipulasi atau bahkan di dalam partai yang sama orang saling berebut kekuasaan.
“Tetapi para politisi Katolik harus berbeda dari yang lain, khususnya dalam  semangat pengorbannya untuk kepentingan seluruh rakyat (bonum commune). Politik harus  dianggap salah satu bidang kerasulan untuk menegakkan kebenaran, keadilan dan kesejahteraan umun. Karena itu harus ditopang oleh semangat pelayanan, dan kalau perlu siap untuk menjadi korban karena mempertahankan prinsip yang benar, dan bukan hanya untuk mendapatkan posisi atau keuntungan pribadi,” katanya.
Dia sharing pengalaman ketika dia menjadi anggota parlemen, dia tiga kali mendapat ancaman recall karena berani mempertahankan apa yang dianggapnya benar. Hal yg diperjuangkan adalah perjuangan rakyat kecil yg tergusur oleh proyek bendungan Kedung Ombo di Jateng. Selain itu tentang pendidikan agama yang dipaksakan di sekolah negeri dan swasta. Dan tentang hari lahirnya Pancasila yang ditetapkan pada  18 Agustus 1945, padahal  yang benar 1 Juni 1945.  Golkar menganggapnya tidak disiplin kepada Fraksi, tetapi Pak Harto yang punya hak veto di Golkar, dapat memahami sikap kritis dari Kriss, maka ia tidak direcall.
“Politisi Katolik yang mencalonkan diri untuk posisi legislator atau pemimpin daerah harus punya integritas yg tinggi dan berpegang pada  prinsip dan harus  berani ke luar dari zona nyaman yang  diperoleh dari Gereja atau dari pihak manapun,” katanya.
“Jangan bangga jika Anda hanya jadi kandidat favorit di paroki atau keuskupan Anda. Keluarlah dari paroki dn lingkungan Gereja dan bangunlah kepercayaan  dengan  mempererat relasi dengan komunitas-komunitas non-Katolik, seperti buruh, pengemudi taksi, kelompok wanita, tokoh ulama berbagai agama terutama Muslim dan sebagainya,” kata Kriss.
Dia juga meminta para politisi Katolik untuk terus mempertahankan  integritas, dan tidak dengan mudah memperdagangkannya dengan praktik yang korup atau tidak etis, seperti suap. Ia mengajak kita  belajar dari IJ Kasimo, seorang tokoh politik Katolik yang jujur, berani dan berpolitik secara  berkeadaban. Kasimo juga dihormati sebagai pahlawan nasional karena kecintaannya dan pengabdiannya yang  besar terhadap negara.
Menurut Kriss, umat Katolik perlu melakukan konsolidasi internal untuk menciptakan pengaruh yang  baik dan maksimal di masyarakat. Misalnya, jika di satu paroki atau daerah elektoral ada lima kandidat Katolik, mereka sebaiknya sepakat siapa yang akan maju, agar suara umat Katolik tidak terpecah.
“Harus jujur, bersama-sama menentukan siapa yang layak untuk maju, daripada semuanya bersaing, dan pada akhirnya tidak ada yang terpilih,” katanya.
Pastor Antonius Suyadi, ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kemasyarakatan Keuskupan Agung Jakarta mengatakan, setiap umat Katolik memiliki tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam pembangunan bangsa.
“Umat Katolik didorong untuk berpartisipasi dalam politik untuk memastikan bahwa tidak ada individu, kelompok atau partai politik mendirikan negara berdasarkan satu agama tertentu,” katanya.
Hubungan dengan  agama lain
Menurut Berthy B Rahawarin, seorang aktivis Katolik dan dosen Filsafat Negara di President University, mengatakan salah satu tantangan terbesar bagi umat Katolik dalam masyarakat multi-etnis dan agama adalah membina hubungan baik dengan non-Katolik.
“(Banyak) non-Kristen masih menyamakan Kekristenan dengan kolonialisme,” katanya.
“Orang Katolik yang terlibat dalam politik harus menyadari hal ini, dan jangan terlalu percaya diri dalam cara mereka berpikir, bertindak dan berkomunikasi. Namun ini juga tidak perlu menjadi beban berlebihan bagi mereka,” katanya kepada ucanews.com.
“Jika perlu, mereka harus dapat menjelaskan bagaimana Gereja berbeda dari kolonialisme,” tambahnya.
Dia juga mengatakan bahwa dengan Presiden Joko Widodo menyediakan ruang yang lebih luas untuk demokrasi dan partisipasi publik dalam beberapa tahun terakhir, sekarang ada “kesempatan yang baik bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya Gereja, untuk berpartisipasi lebih efisien, terukur, dan membuat perubahan yang lebih baik.”


Source : http://indonesia.ucanews.com/2018/06/13/umat-%E2%80%8B%E2%80%8Bkatolik-harus-terlibat-aktif-dalam-politik-indonesia/